Tuesday 1 March 2011

Akuifer Buatan dan Simpanan Air Hujan (ABSAH)


Ketersediaan air menjadi hal penting di tengah kondisi iklim yang tidak menentu. Pada musim kering yang berkepanjangan, banyak kegiatan kehidupan sehari-hari terganggu karena kurangnya persediaan air. Untuk itu, diperlukan upaya untuk memaksimalkan potensi sumber air agar dapat mencukupi khususnya kebutuhan sehari-hari selama musim sulit air.
Indonesia termasuk negeri yang kaya air. Sayangnya, air tersebut merupakan air asin yang pemanfaatannya belum bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena salinitas (kadar garam) yang tinggi. Sedangkan sumber air tawar di Indonesia seperti air sungai, air danau, dan air tanah berasal dari satu induk yaitu air hujan.
Curah hujan di Indonesia relatif tinggi setiap tahunnya minimal sekitar 1.000 mm/tahun. Berdasarkan penelitian, secara teoritis dapat digambarkan jika curah hujan tersebut turun di atas lahan seluas 365 meter persegi, maka akan menghasilkan air simpanan hujan sebanyak 365 meter kubik atau setara dengan 73 tangki air yang masing-masing berkapasitas 5 meter kubik. Jika kebutuhan air untuk minum dan masak 20 liter per hari, persediaan air simpanan hujan tersebut akan mampu mencukupi 50 orang sepanjang tahun.
Namun, hujan tidak turun sepanjang tahun meski jumlah air yang turun relatif tetap sesuai dengan potensi curah hujan di tiap wilayah. Salah satu penyebab banyak daerah yang sering kesulitan air baku di waktu kemarau karena penggunaan air terlalu dipusatkan di musim hujan dan tidak ada upaya untuk menyimpan air hujan. Padahal, agar air tetap tersedia di musim kemarau sangat bergantung pada konservasi air.
Indonesia sebenarnya tidak perlu mengalami susah air karena dengan jumlah curah hujan paling rendah pun bila dapat disimpan, akan mampu menghasilkan volume air yang cukup ketika kemarau. Salah satu metode yang telah dikembangkan pusat Sumber Daya Air (Pusair) di tahun 2003 adalah digunakannya metode ABSAH untuk dapat menampung air hujan. Metode ABSAH merupakan singkatan dari Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan. Akuifer adalah lapisan batuan di dalam tanah yang bisa menampung dan menyimpan air. Untuk beberapa wilayah kering di Indonesia, lapisan akuifer ini terletak di kedalaman yang cukup jauh untuk dijangkau bahkan oleh sumur artesis sekalipun karena bisa mencapai lebih dari 40 meter.
Prinsip utama kerja ABSAH adalah menampung air hujan sehingga dapat terus digunakan dalam jangka waktu lama bahkan berulang. Menurut Wawan Herawan, salah seorang dari tim peneliti mengenai ABSAH, setidaknya ada dua fungsi ABSAH untuk kehidupan sehari-hari, untuk persediaan air minum dan untuk wudu (bersuci) bagi umat Muslim.
Seperti yang dijelaskan Wawan, air hujan yang tertampung dalam kurun selama musim hujan akan mampu menyuplai air baku. "Asalkan beberapa persyaratannya diperhatikan seperti penggunaan material bumi seperti batu gamping, pasir, kerikil, dan ijuk. Manfaat dari material tersebut untuk memperkaya mineral dalam air hujan yang tertampung sehingga baik untuk diminum. Sedangkan untuk bersuci, material tersebut berfungsi sebagai penggugur jenis air mustakmal yaitu air suci tetapi tidak menyucikan," ujarnya.
ABSAH untuk air minum
Secara skematis, pembuatan kedua model ABSAH ini tidak jauh berbeda. Untuk ABSAH air minum, intinya air hujan yang ditampung harus melewati "saringan" material bumi sebelum digunakan untuk minum. Desain dasar ABSAH merupakan pengembangan dari penampungan air hujan (PAH) yang dicetuskan oleh Bambang Soenarto, juga seorang peneliti dari Pusair. Menurut yang ditulisnya dalam Desain Bangunan Akuifer Buatan dan Reservoir Air Hujan Prototip Pusair III (diterbitkan dalam jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan tahun 2002), keseluruhan bangunan PAH dibuat dari beton yang mengacu pada peraturan beton Indonesia, terutama pada ketinggian posisi muka tanah untuk menghindari kemungkinan tekanan kembang kerut tanah keliling. Hal ini kemudian dimodifikasi ke dalam model ABSAH yang memiliki keunggulan dari segi kualitas air.

Sumber :

No comments:

Post a Comment